Oleh Nurhalimah
Suasana di luar rumah masih gelap, sunyi-senyap, angin dingin berbau malam, menyelemuti kali ini. Bulan masih nampak bercahaya. Para umat manusia masih tertidur nyenyak di ranjangnya. Namun, sang pencinta terbangun untuk menemui kekasihnya. Di seperempat malam, sang pencinta menengadahkan tangan, bercumbu rayu di tengah sepi nan sunyi. Berdialog, bercerita, mengalir bak air hulu ke hilir. Tak jarang terdengar sang pencinta riuh yang membawa ketenangan. Sang pencinta tak henti-hentinya mengingat kekasihnya, dalam balutan tangis kebahagiaan. Lisan sang pencinta basah dengan memuja asma’ keagungan-Nya, kerahmananan-Nya dan kerahimannya.
Semakin lama, semakin seru, bak lakon drama, seperti romeo dan juliet, Rama dan Sinta.
Dalam suasana inilah Rini terbangun dari mimpi-mimpi tidurnya. Ia segera bangun, untuk menyegerakan sholat tahajjud. Ia bergegas berwudhu’. Sebelum sholat tahajjud ia mendengar isak tangis seseorang. Rini pun penasaran, ia telusuri suara itu. Suara bersumber dari bilik bundanya. Bunda Rini menangis ke hadapan sang-Khalik, pencipta segala-Nya, yang Awal dan Yang Akhir. Sejenak Rini tertegun, ia tak kuasa mendengar isak tangis bundanya, ia mengerti apa yang sedang bundanya rasakan. Sebagai seorang ibu yang hidup menjanda, ditambah lagi dengan kewajiban bunda untuk membiayai lima orang anaknya. Sebenarnya, bunda bisa menikah lagi, namun, ia tak kuasa untuk mencari pengganti Ayah Rini. Sedangkan Rini adalah anak tertua dari lima bersaudara itu. Tak mudah kelihatannya, sebagai single parents, seorang wanita janda yang kuat dalam menjalani hidupnya.
Rini seketika tersentak, ketika pintu di hadapannya berdecit di buka seseorang. Muncul Bundanya dari balik pintu. “Sedang apa kau Rin?”, selidik Bunda. “Tak apa Bun”, Rini yang sedang terciduk, seketika merah wajahnya. “ Ya sudah, segera kembalik ke kamar, hampir subuh, jangan tidur lagi”, seraya menutup kembali pintunya. Rini segera kembali ke kamarnya untuk sholat tahajjud.
###
#ytc
#ytb
Surabaya, 06-10-2017
0 Comments