Sumber : sidomi.com |
Abad millenial begitulah orang-orang zaman sekarang menyebutnya.
Abad millenial diidentikkan dengan perkembangan teknologi informasinya yang amat
membludak. Hal ini tidak terlepas dari peranan perkembangan pemikiran manusia
yang dari tahun ke tahun semakin cerdas dalam menemukan ilmu pengetahuan (Sains).
Salah satu produk yang sangat cepat perkembangannya adalah gawai (handphone).
Dulu di awal pertama kemunculannya gawai masih bisa dikatakan belum canggih dan
tentunya tak sehebat gawai sekarang. Jika dahulu gawai bentuknya kurang
menarik, tak bisa terhubung dengan internet, dan bahkan yang memiliki gawai itu
sangat langka. Namun, berbeda dengan zaman sekarang, semua orang rata-rata memiliki
gawai. Kecanggihannya juga tak kalah hebat, jika dulu masih menekan tombol,
zaman sekarang gawai sudah tinggal sekali sentuh sudah dapat beroperasi.
Layanan dan fitur-fiturnya juga sudah sangat memadai dan bahkan sudah bisa
dikatakan lengkap. Jika dahulu gawai hanya bisa digunakan untuk menelpon saja,
namun sekarang gawai juga bisa digunakan untuk video call. Sungguh,
kecanggihan teknologi informasi ini dapat mengubah perubahan ke arah yang lebih
maju.
Dengan kemajuan teknologi informasi ini memang sangatlah penting
dan sangatlah bermanfaat bagi manusia milenial, di sisi lain. Namun, di sisi
lain ternyata teknologi informasi juga memiliki dampak negatif bagi penggunanya.
Lantas, apa sih sisi negatifnya?
Semisal dengan gawai, memang di sisi lain gawai sangatlah
bermanfaat untuk kita semua, seperti kita dapat berkomunikasi dengan orang
lain, mendapatkan informasi bahkan kita dapat memperluas jaringan ke seluruh
dunia. Itulah segi manfaatnya, namun di sisi lain gawai juga berdampak negatif
untuk manusia.
Dampak negatif dari gawai sebagaimana yang dikuatkan dengan
penelitian oleh Psikiater dari University of California, Los Angeles (UCLA)
Peter Whybrow menyebut online games sebagai “digital heroin”. Nah, gawai yang
berisi game online dapat membuat penggunanya kecanduan. Inilah salah satu sisi
negatif dalam menggunakan gawai.
Selain itu, adanya video games dalam gawai menurut Eillen
Kennedy, seorang Psikolog dari Princeton University, American Psychological
Association (APA), menyatakan bahwa terdapat korelasi yang konsisten antara
kekerasan dalam video games dengan
perilaku agresif, pikiran agresif, hilangnya empati, dan penurunan perilaku
prasosial pada anak. Itulah pendapat dari dua pakar psikolog yang mengatakan di
dalam gawai ada sesuatu yang berdampak negatif bagi kita.
Di Indonesia sendiri terkadang anak di bawah umur sudah
diperbolehkan mengkonsumsi gawai, bahkan anak balita juga sudah diperbolehkan
memainkan gawai. Sehingga yang terjadi adalah anak cenderung malas untuk
belajar, yang akhirnya kecanduan dengan gawainya. Bahkan kejadian yang sering
terjadi adalah anak kurang berinteraksi dengan orang tuanya. Sungguh, ini
kurang baik untuk anak. Padahal Ki Hajar Dewantoro pernah mengatakan bahwa usia
pra sekolah itu di dasarkan pada latihan panca indera. Tentu jika anak balita
antara 0-7 tahun mengkonsumsi gawai dan khususnya mengkonsumsi games
tentu yang terjadi anak akan mudah meniru apa yang dimainkan itu.
Nah, di sinilah perlunya pengawasan orang tua dalam mendidik
anak-anaknya. Jangan sampai orang tua sangking terlalu sayangnya sehingga
memanjakan anak-anaknya dengan mengkonsumsi gawai. Akan lebih baik lagi jika
orangtua tidak memperbolehkan anak mengkonsumi gawai. Namun, jika sudah
terlanjur kecanduan, alangkah baiknya jika orang tua selalu mengawasi
anak-anaknya ketika menggunakan gawai. Karena apa yang dilihat oleh anak (anak
pra sekolah) dapat mempengaruhi pemikirannya. Saya kira setiap orangtua
menginginkan yang terbaik untuk anak-anaknya. Karena lebih baik mencegah
daripada mengobati.
0 Comments