Mahasiswa sebagai sosok manusia perantauan tentu masih melakukan
pertimbangan terlebih dahulu dalam memilih tempat tinggal. Mengingat dirinya
sebagai anak perantauan tentu jauh dari sanak keluarganya. Dan sebagai anak
yang baru melakukan proses pendewasaan diri tentu dituntut harus bisa memikirkan dan
meringankan beban biaya yang harus ditanggung oleh orang di rumah.
Tempat tinggal atau dalam bahasa lumrahnya papan sangatlah berarti
bagi semua manusia, tak terkecuali dengan mahasiswa. Ya, meskipun “papan” yang
dibutuhkan bukanlah papan milik sendiri “Numpang tapi membayar”. Suka tak suka
ya harus mencari tempat tinggal sebagai tempat berteduh dan beristirahat.
Dalam memilih dan menentukan tempat tinggal, umumnya anak
perantauan masih mempertimbangkan beberapa aspek baik dari segi harga maupun
fasilitas yang ditawarkan tempat tinggal yang akan ditempati. Bagaimana sekiranya
harga, fasilitas, dan kenyamanan bisa seimbang dengan dompet mahasiswa
perantuan. Begitulah umumnya yang dilakukan oleh seluruh anak perantauan.
Anak perantauan di sini (khususnya mahasiswa) sebagai sosok manusia
“Baru Gede” umumnya masih mempertimbangkan harga dan fasilitas yang ditawarkan
oleh tempat tinggal yang akan ditempatinya. Tempat tinggal yang ditempati oleh
mahasiswa umumnya adalah kos-kos-an, kontrakan, asrama atau pesantren, dan
bahkan ada pula yang tinggal di masjid (sebagian).
Harga dan fasilitas yang ditawarkan oleh pemilik tempat tinggal
untuk para mahasiswa perantauan cukup beragam. Sukur-sukur jika fasilitas dan
harganya sepadan. Bahkan yang paling menyedihkan adalah ketika harga dan
fasilitas yang ditawarkan tidak memadai, akhirnya berujung pada pindah tempat
tinggal lagi.
Mahasiswa perantauan juga mempertimbangkan aspek keamanan dan
kenyamanan bagi dirinya. Nyaman untuk belajar, nyaman untuk tidur, nyaman untuk
melepas lelah, dan sebagainya. Selain harga yang terjangkau, fasilitas, dan
kenyamanan, ternyata para mahasiswa juga mempertimbangkan aspek jarak. Jarak juga
dijadikan pertimbangan oleh para mahasiswa untuk dijadikan sebagai tempat tinggalnya
melepas lelah. Apalagi jika mahasiswanya adalah sosok aktivis yang umumnya
banyak berkegiatan di kampus, mau tak mau harus bolak-balik kampus untuk
sekadar melaksanakan rapat, kajian, dan kegiatan lainnya. Tentu jika tempat
tinggalnya jauh hal ini sangat berpengaruh pada dirinya sendiri.
Selain itu, mahasiswa juga mempertimbangkan teman sekamarnya. Memang
sih aspek ini tidak terlalu menonjol, namun teman juga sangat berpengaruh dalam
perkembangan kita. Bahkan pernah ada sebuah maqalah yang mengatakan
bahwa jika kita berteman dengan seorang penjual minyak wangi, maka kita juga akan
mendapatkan imbas wanginya, begitu pula sebaliknya, jika kita berteman dengan
seorang pencuri maka akan tercoreng pula nama kita (kurang lebih begitu). Nah,
hal ini membuktikan bahwa teman itu sangat berpengaruh bagi kita. Jadi, teman
terkadang juga dijadikan sebagai pertimbangkan dalam memilih tempat tinggal.
Begitu pun dengan penulis sendiri, tadi sempat mencari tempat
tinggal yang cocok untuk menjadi tempat melepaskan lelah dan tempat belajar
setelah beraktivitas di kampus. Tentu penulis sendiri perlu dan sangat
diperlukan untuk mempertimbangkan beberapa aspek yang penulis telah sebutkan di
atas.
Perlu kita garis bawahi di
sini bahwa tempat tinggal bagi anak perantauan juga berpengaruh dalam perkembangan
belajar, psikis, dan perkembangan pemikiran setiap individu. Dalam ilmu
psikologi dijelaskan bahwa lingkungan itu sangatlah berpengaruh dalam
perkembangan setiap individu baik itu pemikiran dan proses pendewasaan setiap
individu. Jadi tak mengherankan jika tempat tinggal yang akan ditempati oleh
setiap mahasiswa perantauan harus memiliki kenyamanan yang dapat membantu
membuka psikis dan perkembangan pemikiran mahasiswa.
Oleh karena itu, pilihlah tempat tinggal untuk melepaskan lelah
yang nyaman dan tentram untuk dijadikan sebagai tempat melepaskan lelah dan
belajar.
0 Comments