Oleh Nurhalimah
“Salah dan benar itu mah sama aja”
“Mana ada sama, lawong jelas-jelas beda,”
“Iya loh,” tawamu semakin menjadi-jadi. Mungkin kalau bukan teman
sejawatku, aku tonjok mukamu itu.
“Coba pikirkan, jika memang salah dan benar sama saja, lalu mengapa
orang yang bersalah musti mendapat sangsinya dan yang benar dia yang akan
menang,”
“Ah, masak iya,”
Jika memang salah dan benar adalah sama, lalu mengapa orang ribut
mempertanyakan perihal salah dan benar. Tentu jika memang keduanya sama, musti
tidak perlu diperdebatkan, tidak perlu dipertentangkan, bukankah hal itu
merupakan suatu kesia-siaan. Tentu jika memang salah dan benar adalah sama,
mengapa banyak tokoh agama, politisi, aktivis kampus, bahkan sampai tukang
cukur mempertanyakannya. Tentu hal ini merupakan suatu keganjilan yang tidak
akan pernah selesai untuk dikaji lebih mendalam.
2.
“Benar buatmu, bukan berarti benar bagi orang lain. Salah bagimu,
bukan berarti salah bagi orang lain,” terang Pak Kadir dengan suara khas kewibawaannya.
“Pak, jika memang begitu berarti benar dan salah itu relatif, dong?”
“Iya relatif”
Kepalaku semakin berputar-putar, mengapa relatif? Tentu jika
relatif, salah dan benar itu banyak, kan. Jika banyak, lalu yang mana yang
perlu dibenarkan dan yang mana perlu disalahkan. Lalu, jika ada pencuri ayam
yang melakukan pencurian, lalu dia ketangkap basah oleh penduduk sekitar.
Ketika diintrograsi si pencuri ayam berkata “Aku gak salah” tapi penduduk
sekitar berkata “Kamu salah, kamu sudah mencuri ayam,” tentu jika kita coba
pikir ulang, apakah benar yang dikatakan si pencuri sudah dikatakan benar?
Padahal jelas-jelas dialah pencurinya. Lalu apakah yang dikatakan penduduk
sekitar itu salah, padahal si pencuri benar-benar salah.
Kepalaku semakin dirundung salah dan benar. Lalu salah dan benar
itu di mana? Apakah keduanya sama? Atau keduanya relatif.
3.
“Yang benar itu Sang Mahabenar”
“Apakah benar ya Ustad?”
“Ya, Le”
Sang Mahabenar musti benar, kukira itu konteksnya mengenai habblumminallâh
tapi bagaimana salah dan benar dalam kehidupan ini? Bukankah masih banyak dalam
fenomena kehidupan kita yang seringkali mencapur adukkan antara salah dan
benar. Banyak orang yang beranggapan bahwa orang yang masuk sel penjara musti
orang yang salah, padahal kita belum tahu apakah memang orang yang masuk
sel penjara musti orang yang salah.
Padahal bisa jadi orang yang masuk penjara adalah orang yang benar, sedangkan
yang salah adalah orang yang dibebaskan. Padahal kita tidak mengetahui benar
dan salah yang sebenarnya. Lalu salah
dan benar ini seperti apa?
4.
Terik mentari mulai meninggi, suara kicauan burung tak terdengar
lagi, sebagai pertanda hari semakin siang.
“Pak salah dan benar menurut bapak bagaimana?” tanyaku pada
laki-laki paruh baya sedang menunggu penumpang.
“Salah dan benar menurut bapak, yah melengkapi, Le”
“Melengkapi bagaimana Pak?”
“Begini, salah dan benar itu diciptakan bersamaan Le. Jika tidak
ada salah, apakah sesuatu bisa dikatakan benar? Begipula sebaliknya, jika tidak
ada benar, apakah sesuatu bisa dikatakan salah. Salah dan benar merupakan suatu
keniscayaan Le. Keduanya jalan beriringan dan tak pernah dipisahkan,” jelasnya
sembari berlalu dengan becaknya.
Wajahku mulai apik kembali, mendengar jawaban Bapak ini. Jadi,
salah dan benar merupakan suatu keniscayaan. Jika ada benar, tentu ada salah.
Jika demikian, berarti tidak ada yang namanya benar sejati dan tidak ada salah
sejati. Salah dan benar berarti dua hal yang tak bisa dipisahkan seperti dua
sisi mata koin.
“Tidak usah bingung Le, salah dan benar itu musti ada dan gak bisa
kamu pikirkan. Bisa-bisa kamu gila memikirkan salah dan benar,” jelas orang
yang sedari tadi duduk di sebelahku.
“O”.
“
0 Comments