Sumber: www.anneahira.com |
CERPEN, begitulah nama panggilannya. Ia memiliki nama kepanjangan “Cerita
Pendek” jika di bahasa Inggriskan menjadi
“Short Story”. Saya kira terminologi cerpen bukanlah hal yang asing di
Indonesia. Bahkan pengertian dan penjelasan cerpen telah dibahas semenjak
sekolah dasar dulu. Iya gak? Jadi tak perlu-lah saya menjelaskan, apa itu
cerpen? Dari mana asalnya? Kenapa disebut cerpen? Siapa dia? Untuk apa? Dan lain
sebagainya.
Di sini sedikit saya terilhami dari pembahasan kelas cerpen malam
ini di kelas EFW (Excelent Family Writers yang digagas cerpenis hebat Ongky
Arista UA) berkolaborasi dengan buku yang saya baca “Sastra Indonesia
Kontemporer” karya Antilan Purba yang saya pinjam di perpustakaan sore tadi.
Sebenarnya konsep cerpen di Indonesia ini berasal dari konsep sastra
barat. Antilan Purba mengatakan bahwa seluruh sastra barat baik yang kuno
hingga modern dapat mempengaruhi kesustraan di Indonesia. Tapi hal ini bukan
berarti di Indonesia tidak memiliki pondasi pembentuk adanya cerpen.
Cerita pendek di Indonesia bermula sekitar 1930-an. Sebelum tahun
itu bentuk cerpen belumlah dikenal. Yang ada hanyalah bentuk cerita dongeng yang
sangat berkembang di masyarakat Indonesia pada waktu itu. Di sini awal mula
cerpen sedikit banyak terpengaruh oleh dongeng-dongeng yang muncul di
masyarakat. Di masa itu cerpen digunakan sebagai teman duduk atau pekerjaan
sampingan, untuk melepaskan lelah dengan mendapatkan hiburan cerita pendek.
Kemudian dimasa penjajahan Jepang, cerpen mendapati perkembangan
yang luar biasa. Bahkan cerpen sudah digolongkan sebagai salah satu karya sastra
yang sangat diperhitungkan. Penulis cerpen dimasa itu seperti Mokhtar Lubis,
Pramoedya Anantha Toer, dsb. Di tahun inilah, (sekitar tahun kemerdekaan) cerpen
mendapati pamor yang setara dengan sastra lainnya.
Kemudian, sekitar tahun 1960-an hingga 1970-an penulis cerpen sudah
banyak bermunculan. Hal ini terlihat sebagai tanda-tanda bahwa cerpen mulai
digandrungi oleh masyarakat luas. Bahkan cerpen-cerpen itu mulai diterbitkan di
majalah Horison seperti halnya tulisan Budi Darma, Umar Kayam, dsb. Dan sampai
saat ini cerpen tetap digandrungi oleh berbagai kalangan, baik muda, dewasa,
maupun tua, juga sama-sama tertarik dengan cerpen.
Keberhasilan cerpen dimasa saat ini, salah satu adalah dalam sistem
penerbitannya. Penerbitannya bukan hanya diterbitkan dalam media cetak, tapi
juga telah diterbitkan di media online. Dan hal ini tentu tidak terlepas dari
peranan teknologi informasi yang berkembang memebludak hingga saat ini. Dan hal
ini saya kira sangat memudahkan penggandrung cerpen untuk membacanya.
O iya, sempat lupa, sangking keseruann, ups!!! Jangan
tegang-tegang.
***
Pada tahun 1970-an bisa dikatakan inilah awal kali munculnya cerpen
berjenis kontemporer. Kenapa disebut kontemporer? Begini ceritanya, karena
perkembangan cerpen selaras dengan banyaknya masyarakat yang menggandrungi
cerpen, maka mau tak mau cerpen musti mengalami perkembangan jenis atau
genre sastra. Para cerpenis melakukan berbagai modifikasi kreativitas untuk
menghadirkan inovasi yang menarik. Jadi tak heran jika cerpen mulai berlagak
keluar dari kebiasaan sebelum-sebelumnya.
Perlu kita ketahui ternyata kemunculan cerpen kontemporer berangkat
dari fenomena sosial yang terjadi pada masa itu. Baik itu pergeseran nilai
kehidupan secara menyeluruh akibat pengaruh industrialisasi yang berkembang
pada masa itu, kehidupan masyarakat (khususnya Indonesia) yang mulai terasing
dari dunianya, dan lain sebagainyaa. Saya sendiri merasa kemungkinan lahirnya
cerpen kontemporer ini dijadikan sebagai media kritik terhadap sosial, budaya,
dan ekonomi yang terjadi pada masa itu.
Saya merasa sebenarnya cerpen kontemporer ini sebenarnya sudah
seringkali kita baca, seperti halnya cerpen Seno Gumira, Putu Wijaya, Danarto, Umar
Kayam, dan penulis cerpen lainnya yang tak bisa saya sebutkan satu persatu.
Mungkin itu saja yak, mungkin dilain kesempatan kita dapat
memperbincangkannya lebih mendalam. Okay, thanks!!!
0 Comments