Tepat hari ini Senin 22 Oktober 2018 diperingati sebagai hari santri. Tentu bukanlah perihal asing lagi bagi masyarakat Indonesia khususnya terkait diperingatinya hari santri. Namun perlu digaris bawahi, ternyata tidak semua orang tahu akan asal muasal dicetuskannya hari santri.
Mungkin sebelum menginjak kepada penjelasan sejarahnya, akan lebih baik jika kita mengetahui siapa itu santri. Selama ini yang biasa dipahami banyak kalangan, santri merupakan seorang alumni atau orang yang pernah mengenyam pendidikan pesantren dan tentunya tidak pernah lepas dari pendidikan agama islam yang kental. Namun, di sini kita perlu tahu bahwa yang disebut santri bukan hanya yang pernah—sudah—mengenyam pendidikan di pesantren. Lantas siapakah santri?
Dilansir dari NU online terbitan 22 Oktober 2017 lalu, KH. Ma’ruf Amin menuturkan bahwa yang dimaksud santri bukan hanya orang yang berada di pondok pesantren, yang bisa mengaji kitab, atau pun ahli agama. Namun yang dimaksud santri di sini adalah orang yang ikut Kiai dan mengamini pemikiran-pemikirannya serta ikut andil dalam perjuangan santri. Sedangkan KH. Said Aqil Siroj mengatakan; santri adalah orang yang menerima ajaran Islam dari para kiai. Jadi jika dipahami dari pendapat dua tokoh di atas, kita bisa memahami bahwa yang disebut santri bukan hanya alumni atau sedang berada di pesantren.
Mengapa diperingati hari santri? Kenapa tidak disebut hari kiai saja? Mungkin pernah terlintas dalam benak kita terkait pertanyaan ini. Namun perlu diketahui ulang dalam sejarah perjalanan bangsa Indonesia tidak pernah terlepas dari peranan santri. Bisa dikatakan dengan berdasarkan inilah tercetuslah hari santri. Tapi sebenarnya jika dirunut dalam sejarahnya, tidaklah sesingkat itu.
Hari santri jatuh pada tanggal 22 Oktober didasarkan atas keputusan presiden nomor 22 tahun 2015 disahkan oleh presiden Joko Widodo pada tanggal 22 Oktober 2015 silam. Dan hingga detik ini peringatan hari santri tetap dilaksanakan meski tidak menjadi sebagai bagian dari hari libur nasional.
Diperingatinya hari santri bukanlah tanpa sejarah yang melandasinya, namun didasarkan atas landasan sejarah yang begitu kuat. Tepat pada tanggal 22 Oktober 1945 merupakan tanggal di mana hadrotus Syeikh KH. Hasyim Asyari mengeluarkan fatwa tentang resolusi jihad yang diejawantahkan berdasarkan musyawarah para kiai dari berbagai daerah dalam merespon agresi militer Belanda kedua. Sebagian sumber mengatakan bahwa resolusi jihad ini juga memiliki keterkaitan dengan peristiwa 10 November 1945 yang dipelopori Bung Tomo.
KH. Hasyim Asyari memberikan fatwa bahwa setiap umat muslim hukumnya fardu ‘ain atau wajib melawan penjajah. Yang mati dianggap syahid dan sebaliknya pengkhianat dianggap kafir. Dengan dikeluarkannya fatwa itulah masyarakat termasuk para santri di dalamnya, kembali bersemangat untuk menumpas kebatilan.
Mungkin itu saja terkait hari santri, barangkali sebenarnya tidak sesingkat ini terkait hari santri, namun karena keterbatasan dalam hal sumber informasi, saya mengaku kurang. Barangkali dilain kesempatan saya dapat menambah tulisan ini dengan memolesnya dengan beberapa data yang dapat dipertanggungjawabkan, serta dapat diakui kebenarannya.
Bisa jadi di balik ditetapkannya hari santri terdapat sesuatu rahasia yang tersembunyi, siapa kira, bukan? Bukankah pada waktu itu Muhammadiyah sempat tidak setuju atas diusungnya hari santri jatuh pada tanggal 22 Oktober. Seperti yang dikatakan Haedar Nashir ketua Muhammadiyah, “Muhammadiyah secara resmi berkeberatan dengan hari santri,”, dilansir dari republika.co.id terbit 17 Oktober 2015.
Barangkali itu saja, selebihnya insyaallah saya tambahkan dilain kesempatan.
0 Comments