Sumber: http://toko-bukubekas.blogspot.com |
Tidak
asing lagi dalam dunia psikologi khususnya, dengan term psikoterapi dan mungkin
sudah menjadi pembahasan inti di dalam dunia psikologi. Begitupula dengan
terminologi sufisme di dalam agama Islam bukanlah hal yang tabu lagi, bahkan
dikatakan sebagai intinya. Psikoterapi sendiri berawal dari studi pembelajaran
di Barat sedangkan sufisme berasal dari timur. Tentu jika keduanya digabungkan
akan menjadi suatu pembahasan cukup menarik, bukan? Nah, inilah salah satu
alasan menarik dalam ulasan buku yang akan saya ulas kali ini.
Mungkin
dalam tulisan ini saya tidak akan meresensi atau me-review seluruh isi dalam
buku ini, tapi saya hanya akan menuliskan ulang pemahaman saya selama membaca
buku sejumlah empat ratus lembaran itu. Kemungkinan pula saya akan memberikan
penilaian—sedikit—terhadap buku ini.
Buku
ini ditulis oleh Dr. Lynn Wilcox dengan judul asli “Criticsm of Islam
Psychology” lalu diterjemahkan ke dalam bahasa Indonesia oleh Kumalahadi P. dengan
judul “Personality Psychoterapy: Perbandingan dan Praktik Bimbingan dan
Konseling Psikoterapi Kepribadian Barat dan Sufi”. Dicetak pertama kali pada
tahun 2001 di Boston dan diterbitkan dalam bentuk terjemahan di Yogyakarta oleh
IRCiSoD pada tahun 2006.
Bagi
saya pribadi buku ini cukup menarik di dalamnya, pembahasan yang dihadirkan
semacam komparasi antara psikoterapi ala Barat dan Sufisme dalam konsep timur.
Meski terjemahan, namun isi yang dihadirkan mudah untuk dipahami terkhusus bagi
saya sendiri. Ya, meski ada beberapa kalimat yang kadang perlu mengerutkan
kening untuk memahaminya.
Terdiri
dari duapuluh satu bab pembahasan yang kesemuanya mencoba membahas suatu
pembahasan dilihat dari kacamata psikologi barat dan sufisme ala timur. Di
dalam pembahasannya tak jarang pula ditemukan beberapa pendapat-pendapat tokoh serta
dalil dari beberapa kitab suci seperti Injil dan al-Qur’ân.
Bab
pertama menjelaskan apa itu Psikologi Barat, termasuk sejarah kemunculannya,
dan beberapa pendekatannya. Psikologi awal mulanya berasal dari bahasa Yunani
yakni “Psyche” dan “Logos”. Psyche bermakna nafas, jiwa,
dan ruh sedangkan logos bermakna
ilmu atau suatu kata atau bentuk yang mengekspresikan suatu prinsip. Bisa
dikatakan Psikologi bermakna ilmu tentang jiwa.
Pada
mulanya term psikologi hadir pada sekitar tahun 1600-an di Inggris dengan
memfokuskan titik kajiannya terhadap jiwa. Namun seiring dengan berjalannya
waktu kajian jiwa mulai disangkal dan tidak dijadikan sebagai bagian pembahasan
oleh para psikolog setelah-setelahnya.
Jika
ditilik dari awal sejarahnya psikologi sendiri merupakan cabang dari metafisika
dan metafisika sendiri adalah anak kandung dari filsafat. Namun pada akhir
perjalanannya psikologi mulai melepaskan diri dari orang tuanya itu lalu
menjadi anak yang mandiri.
Aliran-aliran
psikologi yang sangat mafhum dikenal seperti psikoanalisis, behavioris,
humanis, mulai berlomba-lomba memecahkan permasalahan di tengah-tengah
kehidupan manusia dan akhir-akhir ini muncul aliran baru yang dikenal dengan
term psikologi transpersonal.
Selain
menjelaskan dan memaparkan sekilas tentang sejarah psikologi ternyata dalam bab
ini juga membahas sekelumit tentang sufisme. Tepatnya tentang apa itu dan
bagaimana sejarahnya. Tidak tabu lagi di kalangan mahasiswa Tapsitera terkait
terminologi sufisme. Term “Sufi” kemunculannya diperkirakan hadir pada abad ke
9 yang kemumgkinan besar asal muasal penyebutan ini dilakukan oleh al-Hujwiri
melalui tulisannya.
Para
pengkaji seringkali berbeda pendapat dalam mendefiniskan istilah sufi. Kata
sufi berasal dari kata suf bermakna wol, atau suffah berarti
orang-orang yang berkumpul di serambi masjid Madinah. Atau berasal dari kata shaff
berarti barisan, namun para sarjanawan lebih sepakat jika asal muasalnya dari
kata suf. Usia sufisme jika dibandingkan dengan psikologi sangatlah jauh, hal
ini bisa ditilik langsung melalui sejarahnya bekisar 1400 tahun.
Jika
dilanjutkan mengulas seluruh bab, saya kira pembaca akan merasakan kebosanan
yang sangat. Oleh karena itu, tulisan ini saya cukupkan sampai di sini saja.
Untuk yang kepo, saya sarankan mending baca langsung saja, agar tidak
bertanya-tanya.
0 Comments