“Kamu
lelah di perjalanan ini? Sesungguhya kamu sedang menanjak, bukan turun di
lembah yang terhina. Kuatkan syukurmu bahkan dalam mengenang hari kemarin yang
kelam. Di depanmu ada Dia yang tak pernah beranjak dan tak pernah diam.”
(twitter DR. KHM. Luqman Hakim, 25 Desember 2018)
Tak dapat dipungkiri termasuk saya pribadi pernah lelah, pernah
putus asa, pernah galau, pernah kecewa, dan pernah mengalami perasaan-perasaan
yang lain. Tak jarang pula merasa diri terpuruk, kelam, terhina, seakan tak ada
lagi yang lebih hina. Semua pernah terjadi tak pernah diminta namun datang
menghinggapi.
Terkadang pula diri merasa tak sadar mengeluh atas apa yang terjadi
hari ini, hari kemarin dan kemarinnya lagi, tak dapat dielak memang iya. Namun
apakah kita akan terus menerus merasa seperti itu, dengan tanpa menyadari bahwa
di balik semua itu ada keindahan yang tak dapat ditandingi dengan apa pun. Di
balik yang melelahkan ini ada Dia yang selalu ada dan mengawasi diri kita. Tapi
hanya saja kita tak pernah dan lebih tepatnya tak mau menyadari, bahwa semua
ini ada hikmah tersembunyi.
Mungkin kita pernah mendengar bahwa di balik kesusahan pasti ada
kesenangan, di balik duka terdapat kebahagiaan. Ya, memang itu semua saling
mengisi. Tak dapat terpisahkan antara satu sama lain, layaknya satu keping mata
koin. Namun tak dapat dibohongi, kita masih saja khawatir, bersikap takut, “Jangan-jangan itu semua tak
terjadi”. kita masih saja lupa bahwa di balik sesuatu yang menyulitkan ada
kemudahan di dalamnya. Itulah kita wahai sahabatku.
Tak pernahkah kita sadari, ketika kita sedang berlarut-larut dalam
kesedihan, kemalasan, kegalauan, hati kita menjerit, merasa terpasung dengan
semua ini. Padahal jika hati kita, pikiran kita sedang dikuasai rasa seperti
itu, pikiran kita, tubuh kita akan kalut, dan tak mengherankan dan tak salah
jika banyak orang yang sakit alih-alih karena pikiran dan perasaan yang tak
seimbang.
Dalam ilmu psikologi, psikoterapi, bahkan dalam ilmu jiwa, ketika
perasaan kita tak menentu, dapat berpotensi menumbuhkan penyakit dalam diri
kita. Apakah kita mau seperti itu? Ya jelas
tidak mau lah!! Lalu bagaimana solusinya? Tak ada jalan lain selain kita
mencoba mengikhlaskan semua yang telah terjadi. Mencoba mensyukuri atas nikmat
yang didapat ini. Semisal kita mendapati hutang bertumpuk-tumpuk, diri memilih
bersyukur karena masih bisa bernapas, coba bayangkan jika diri tak bisa
bernapas, tentu tak dapat merasakan banyaknya hutang, bukan? Dan tentunya tak
dapat membayari hutang-hutangnya. Kita belum bisa membeli baju baru tetapi
ikhlas dan bersyukur, karena masih bisa makan, coba lihat di luar sana masih
saja banyak orang yang terpontang panting hati untuk mencari sesuap nasi.
Jika kita menanggapi semua ini dengan perasaan ikhlas, sabar, dan
syukur, insyaallah tidak akan ada sikap saling menyerang, iri hati, dengki,
sombong, serakah, dan sikap-sikap lainnya. Cukup terapkan positif feeling
bahwa semua yang terjadi adalah anugerah, meski yang tampak dalam pandangan
kita adalah sebaliknya. Tanamkan dalam hati bahwa Allah memberikan segalanya
ini sesuai dengan kemampuan kita.
Jadi tak perlu bersedih, risau, dan kecewa, cukup sadari, sabar(i),
syukuri, ikhlas(i), insyaallah semua ini akan lebih mudah. Bekerja lebih
semangat, belajar lebih nyaman, dan beribadah tambah ikhlas. Semoga kita semakin
bertambah hari bukan bertambah buruk, namun bertambah baik, amin.
0 Comments