Sumber: voiceofadiet.wordpress.com |
Idealis. Tentu kita begitu lumrah mendengar terminologi ini. Bahkan
di mana-mana seringkali diumbar-umbar. Tidak jarang para pemuda dijadikan
sebagai simbol kepemilikan sikap ini. Kata idealis sendiri dalam Kamus Besar
Bahasa Indonesia berarti orang yang bercita-cita tinggi. Sedangkan sumber lain
menuturkan “Idealis merupakan orang yang bertindak berdasarkan pengalaman
empiris, unik, pikiran maupun cita-cita yang tinggi untuk menggaet hasil yang
maksimal”.
Di era modernisasi seperti ini, menemukan orang jenis ini saya kira
sangatlah sulit dan tergolong langka. Bagaimana ia dengan rasa idealisnya
merasa tidak terima ketika rakyat ditindas, diperas, dan dibodohi. Tidak jarang
emosinya meninggi ketika mendapati hal itu terjadi. Sorot matanya serasa
berapi-api melihat rakyat makin hari makin terkikis.
Salah satu website, Kaskus namanya sempat menyebutkan beberapa
kriteria yang dimiliki oleh orang idealis. Jenis orang berjiwa idealis ini
biasanya memiliki sikap cenderung “lurus” atau kasarannya tidak mudah dibawa
arus. Pendiriannya begitu kuat dan tentunya dia tidak akan merasa terbebani
dengan pendapat orang lain tentang dirinya. Biasanya mereka akan nyaman-nyaman
saja menjalani hidupnya itu. Apa yang dia yakini, itulah yang ia jalani.
Kaidah-kaidah umum yang tidak sesuai dengan hati nurani tentu dia tidak akan
mengikutinya [1]
Saya kira banyak orang yang tertipu dengan kata idealis itu
sendiri. Bagaimana tidak dikatakan begitu, jika di mana-mana diumbar-umbar
ungkapan idealis, namun nyatanya di balik itu semua ada kepentingan-kepentingan
terselubung. Ya, tampaknya memang tidak ada kepentingan, namun pada tataran
realitanya sedang melakukan pengerukan dari belakang.
Apakah fenomena seperti ini ada? Ya tentu banyak. Mengaku-ngaku,
mengobral-ngobral bahwa dirinya adalah pembela rakyat kecil, penolong rakyat
miskin, namun pada nyatanya bukan itu tujuannya. Ya, saya sendiri tidak dapat
mengholistikkan hal ini, tapi pada tataran realita di lapangan seperti ini.
Contoh kecilnya; seperti sedang memperalat sebuah komunitas untuk mencapai
sebuah kepentingan pribadi.
Penilaian komunitas sendiri sangatlah bagus, bahkan dapat
memberdayakan orang-orang sekitar ke arah yang lebih produktif. Namun di sisi
lain aparat yang memiliki otoritas tertinggi bermain di dalamnya. Tentu mereka
bermain tidak secara terang-terangan, tapi secara samar-samar, namun tepat
mengenai sasaran.
Tidak hanya itu, fenomena lain juga seringkali terjadi seperti ini.
Bahkan sejarah sendiri telah banyak memberikan bukti tentang hal ini. Bagaimana
sesuatu dijadikan tunggangan untuk mencapai kepuasan diri. Begitu pun dengan
rakyat kita, seringkali ditindas, diperas, dan tak jarang tidak mendapatkan
keadilan ketika meminta hak-haknya dipenuhi. Di muka saja berpura-pura memihak
pada rakyat, namun dilain pihak dia sedang menyusun strategi untuk memakan
mangsa yakni rakyatnya sendiri.
Malam ini (01 Juni 2019) saya mendapati sikap seseorang yang
membuat diri begitu salut kepadanya. Bagaimana dia mendirikan sebuah
perkumpulan pemuda, hingga dia dipercayai oleh aparat pemerintahan untuk
mendirikan karang taruna. Salah satu konsep terbesarnya adalah mendobrak ketidakbenaran
dan ketidaksesuaian dengan hati nurani. Tidak peduli lagi tentang bisik-bisik
orang lain di belakangnya. Selagi itu benar ia akan mendobraknya begitu saja.
Saya sendiri mendapati orang ini menjadi begitu takjub. Apalagi
ketika dia menegur diri yang sedang
inkonsisten terhadap ucapan yang pernah terlontar beberapa bulan lalu.
Dengan suara cukup garang—secara pribadi—dia menegur kelakukan saya yang
menurutnya tidak sesuai dengan keyakinan dianutnya. Lambat laun, dalam sepi
malam saya menyadari ucapan-ucapan orang ini.
Mari kita kembali kepada awal pembahasan kita. Idealis, ya kata
begitu singkat, namun begitu menantang. Kata sederhana, namun mengandung banyak
makna. Tidak mudah seseorang menerapkannya dalam hidupnya. Bahkan bisa jadi
orang beranggapan dirinya idealis, sebenarnya tidak idealis. Idealis bermakna
mempercayai kebenaran, menjadi garda terdepan dalam memihak kebenaran. Bukan
karena kepentingan-kepentingan di belakangnya. Sungguh sebelumnya tidak pernah
saya menemukan sikap seperti ini. Dan baru saya sadari pula mempertahankan
idealis itu sulit, sesulit melupakanmu.
---------------
[1] m.kaskus.co.id
0 Comments