Dok. Halimah |
Ketan, begitulah sebutannya. Merupakan salah satu biji-bijian
dengan tekstur yang mirip dengan beras. Beragam macam makanan bisa kita temukan
dari hasil bahan utamanya ini, seperti Onde-onde, Lemper, Wajik, Tape
Ketan, Rengginang, Klepon, Wingko Babat,
dan lainnya. Barangkali di Indonesia makanan ini bukan sesuatu yang asing lagi,
bahkan dapat penulis pastikan semua orang sudah tahu dengan jenis ini. Biasanya
disajikan dengan beragam cara untuk menarik selera, seperti menambahkannya
dengan parutan kelapa, santan, atau susu. Cara memasaknya pun mirip dengan
memasak nasi putih, namun perbedaannya terletak pada rasanya yang mengandung
nilai gurih. Selain itu juga, ketan memiliki tekstur lebih lengket dibandingkan
dengan beras.
Menurut beberapa
sumber Ketan sendiri dapat ditemukan hanya di daerah Asia Tenggara dan Asia Timur. saja. Wajar, jika di Indonesia
kita dapat menemukan beragam makanan berasal dari bahan utama ini, karena alasan
itu. Dilansir dari sebuah laman website berkabar.id menyebutkan manfaat beras
Ketan bagi kesehatan; dapat menurunkan penyakit Jantung, membantu menangkal
radikal bebas, dapat mengatur hormon tiroid, membantu kendalikan nafsu makan,
mencegah penuaan dini, mencegah diabetes, menjaga daya tahan tubuh, serta
menjaga kesehatan kulit. Wah ternyata banyak juga manfaat dari bahan makanan
satu ini ya???
Sedikit berbagi cerita, pagi ini kebetulan saya pergi ke pasar
bersama Bapak. Sesampainya di sana kami berdua singgah ke sebuah warung di
ujung tanjakan di dalam Pasar. Warung
ini menurut sepemahaman saya adalah satu-satunya warung di pasar itu yang
menjual Ketan paling istikamah. Terbukti hingga saat ini penjualnya tetap bertahan
menjual Ketan.
Ketan yang disediakan di sana, bagiku berbeda dari biasanya. Mengapa?
Karena ketan yang disajikan oleh penjualnya dicampur dengan “Koro” (sejenis
biji-bijian) kemudian ditaburi parutan kelapa, serta terakhir ditaburi adonan
gula merah yang telah dicairkan. Benar-benar nikmat!!! Apalagi dikonsumsi
ketika masih hangat dengan menggunakan tangan secara langsung. Rasanya pun
tidak diragukan lagi, apalagi gurihnya dan saya pribadi pernah dibuatnya
ketagihan. Sewaktu kecil dahulu, jika pergi ke pasar, dapat dipastikan saya
akan berhenti di sana bersama Bapak.
Oh iya, saya baru ingat warung ini biasa saya singgahi semenjak
Sekolah Dasar. Hampir setiap waktu pasaran—kebetulan pasaran jatuh pada hari
Minggu dan Kamis—saya duduk di warung itu, menyantap ketan setelah jualan Bapak
laku. Begitulah setiap waktu, namun semuanya berubah ketika saya melanjutkan ke
pesantren. Ketika duduk di bangku pesantrenlah kebiasaan itu sudah tidak
dilakukan lagi. Namun jika ada kesempatan atau Bapak sedang ke pesantren pada
hari pasaran, sesekali beliau membawanya untukku Barulah ketika pulangan, saya mampir ke warung
itu. Begitu pun sekarang, jika tidak pulang tidak bisa menikmati makanan khas
ini.
Semenjak dahulu hingga sekarang, warung ketan ini selalu ramai
dengan pengunjung. Mulai dari bangunannya yang berdindingkan anyaman bambu
hingga sekarang berdinding semen. Menurut penjelasan penjualnya, ia telah
menggeluti dagangan ini selama dua puluh satu tahun, ya sekitar seumuran saya
begitu. Saya rasa itu bukan angka sedikit untuk mempertahankan makanan
tradisional di tengah-tengah persaingan beragam macam makanan.
Selain menjual Ketan, warung ini juga menyediakan apem. Apa tuh apem?
Biasanya penjual di warung ini menjadikan apem sebagai teman di piring pembeli.
Namun terkadang ada juga pembeli yang hanya menginginkan ketan saja atau apem
saja. Bagi saya ada tambahan atau tidak, rasanya Ketan masihlah tetap sama. Mencintai
ketan bagi saya berarti kita juga mencintai produk Indonesia. (Nurhalimah)
0 Comments