“Buku adalah jendela dunia”~Pepatah Lama
duniahalimah.com--Pepatah ini seringkali dia temukan di
buku paket Sekolah Dasar bertahun-tahun yang lal. Pada masa itu ia sama sekali belum mengenal beragam macam genre bacaan. Dengan sifat polosnya, ia membaca
apa yang dilihat. Ada poster di jalan, merk barang, ia baca dengan lantang.
Sampai-sampai saat ia sedang membantu Bapaknya menjaga padi di sawah, di
tangannya tidak melepas buku tulis yang ditulisnya saat di sekolah. Sembari
memutari sawah, mulutnya berkomat-kamit dengan keras. Sesekali suaranya
menggema, akibat pantulan dinding di ujung tebing tidak jauh dari sawah bapaknya.
Waktu itu ia belum pernah memiliki buku-buku bacaan, layaknya anak-anak seumurannya. Adanya hanya buku tulis yang berisi pelajaran
sekolah dan buku paket dari sekolah. Beberapa bukunya juga dalam bentuk
fotokopian yang ia dapatkan dari saudaranya yang berprofesi menjadi guru. Sekolahnya pun
belum menyediakan perpustakaan. Termasuk di daerahnya juga belum tersedia layanan
perpustakaan. Namun minatnya dengan membaca terus saja dipupuknya.
Sesekali dalam coretan biodata yang ia
tulis di buku binder, “Hobi: membaca.” Ya, membaca dijadikannya sebagai
hobinya. Setelah beranjak ke sekolah Menengah Pertama dia sangat kegirangan,
karena di sana dia menemukan beragam macam buku yang disediakan sekolah. Dia
mulai membaca novel dan buku cerita. Seperti karya Andrea Hirata, Habiburahman
El Shirazy, Asma Nadia, Catatan Sholat Delisa, Asma Nadia, Tere Liye, dan masih
banyak lagi yang ia baca. Tidak jarang satu buku novel seperti tebal novel Ketika
Cinta Bertasbih, ia habiskan dalam sehari.
Kebiasaannya ini tidak ada yang
mengajarkan. Bapak dan ibunya hanya seorang rakyat biasa dan pendidikannya pun
sangat minim. Bapaknya sempat mengenyam pendidikan Sekolah Dasar, namun tidak
lulus. Ibunya sempat sekolah Menengah Pertama, namun berhenti sebelum lulus
karena dipaksa menikah. Namun itu semua tidak membuatnya jengah atau lelah
untuk mencari sesuatu yang baru dalam mengenal buku.
Selepas Sekolah Menengah Pertama, dia
melanjutkan sekolah di pesantren dan memilih Sekolah Menengah Kejuruan. Pesantrennya
tidak jauh dari rumahnya, namun hal itu tidak menjadikannya kesempatan untuk sering pulang ke rumah. Di masa inilah ia tidak lagi membaca novel dan buku cerita,
karena di sana tidak menyediakan buku-buku itu. Perpustakaan sekolah hanya
berisi buku-buku pelajaran saja, tapi semangatnya tidak pernah lelah untuk membaca.
Setiap pagi ia berangkat sekolah lebih awal. Di saat teman-temannya masih
membersihkan diri, dia sendiri sudah rapi dan siap berangkat ke sekolah. Saat
di sekolah ia pergunakan waktu sebelum jam pelajaran di mulai untuk membaca informasi dari internet dan sesekali
pergi ke kantor untuk membaca buku jurusan. Ketika di pondok pun yang
dibaca adalah buku LKS saja.
Barulah setelah ia duduk dibangku kuliah
yang dibacanya beragam. Bukan hanya fiksi namun non fiksi menghiasi hari-harinya.
Terkadang teman-temannya mengucilkannya, karena ia lebih suka membawa buku
bacaan di setiap kegiatannya. Meski ada acara, buku tidak pernah lupa berada di
tasnya. Setelah lulus kuliah pun masih sama, membiasakan membaca. Di situlah
dia belajar bahwa dengan membaca telah membuka jendela dunia.
Baca Juga: Membaca Bukan Sekadar Baca Buku
0 Comments