Ilustrasi: (foto: internet) |
Acceptance of what has happened is the first step to overcoming the consequences of any misfortune ~William James
Baru saja quotes ini saya temukan di laman
jagokata.com. Di mana laman ini berisi beragam quotes orang-orang
berpengaruh di dunia. Tiba-tiba mata saya terhenti pada sebuah
kalimat yang lahir dari William James dengan kata kunci “Menerima.”[1] Sebuah kata
monumental di saat kesusahan seperti ini. Berat tampaknya. Mau melarikan diri,
tentu tidak mungkin. Seluruh dunia tengah mengalami kondisi pandemi layaknya di
tanah air. Makin hari korban berjatuhan semakin banyak, akibat diserang
oleh musuh tidak kasat mata itu.
Beragam cara telah dilakukan oleh manusia untuk memecahkan
persoalan ini. Namun nyatanya hingga detik ini belum ada vaksin khusus untuk
mengobatinya. Ikhtiar-ikhtiar lain, seperti melarang berkerumun, menutup usaha
rakyat, pembatasan sosial, hingga kewajiban memakai masker dan handsanitizer terus
saja digalakkan. Tetapi hingga detik ini pun masih sama saja. Bahkan bisa
dikatakan semakin parah.
Sebagian masyarakat di tengah situasi ini merasakan kepahitan
bukan sekadar tidak bisa keluar rumah, tapi juga kehilangan pekerjaan.
Baru-baru ini news.detik.com (13/05) menyebutkan ada 10 ribu buruh di kabupaten
Tanggerang mendapat PHK akibat pandemi. Tidak bisa dibayangkan bagaimana nasib
para buruh ini. Padahal situasi wabah yang sangat butuh sesuap nasi untuk
bertahan, tapi harus melepaskan sumber mata pencaharian. Bahkan dilansir dari
kompas.com (19/04) ada sebuah keluarga yang mengalami kelaparan karena tidak
ada makanan. Serta masih banyak lagi ketimpangan-ketimpangan lainnya yang
mengiris hati.
Beragam doa dan zikir didengung-dengungkan oleh para ahli agama
dengan harapan agar terhindar dari wabah. Akan tetapi, lagi-lagi masih sama.
Seakan-akan wabah ini diutus agar kita semua membaca dan mengaca. Tentang
perilaku dan tindakan kita selama ini yang begitu rakus dalam segala hal. Sudah
dua bulan berlalu di tengah ambang ketidakpastian.
Lain lagi dengan para tenaga medis yang rela maju ke garda
terdepan, meski nyawa mereka pun juga terancam. Para perantau yang harus
memilih tidak pulang demi keamanan. Itu semua ikhtiar untuk saling menguatkan.
Saat-saat seperti ini tidak tahu lagi langkah mana yang harus
diambil untuk menguranginya. Antara menolak dan menerima. Menolak wabah tentu
tindakan mustahil karena nyatanya sedang dijajah oleh makhluk tidak kasat mata
itu. Alhasil pilihannya terletak pada menerima. Relevan dengan quotes yang
dicanangkan William James di atas, “Menerima apa yang sudah
terjadi adalah langkah pertama untuk mengatasi konsekuensi kegagalan.”
Kondisi seperti ini, tergantung pada sikap kita
masing-masing. Ketakutan dengan wabah, malah semakin memperburuk keadaan.
Terlalu berani dengan wabah pun juga berpotensi memperburuk keadaan. Terbukti
dengan ketakutan berlebihan juga menyebabkan beberapa kasus selama pandemi.
Mulai dari penolakan jenazah korban, pengucilan kepada keluarga korban, serta
masih banyak lagi rentetan problem di tengah wabah.
Some things are up to us, some things are not up to us
-Epictetus
Setiap kita tidak dapat mengendalikan hal-hal
yang ada di luar diri kita (Baca:Epictetus). Begitu pun ketika menghadapi
pandemi. Kita hanya bisa mengendalikan diri sendiri, namun tidak dapat
mengendalikan pandemi yang mewabah di belahan Negara dunia ini. Antara menerima
dan menolak.
Semoga bermanfaat.
Baca Juga: Anak Rantau Tak Bisa Mudik! Ini Dia Solusinya
#inspirasiramadan
#dirumahaja
#flpsurabaya
#BERSEMADI-HARI-KE13
[1] Merupakan
seorang filsuf asal Amerika Serikat, kelahiran Newyork 11 Januari 1842. Ia
dikenal sebagai seseorang pendiri madzhab pragamatisme, disamping juga sebagai
seorang psikolog.
0 Comments