Setiap manusia diciptakan memiliki perasaan cinta,
baik kepada Allah, manusia, dan alam semesta. Itu semua merupakan sebuah
keniscayaan yang telah disematkan kepadanya. Kamus Besar Bahasa Indonesia
memaknai cinta sebagai sebuah kata dengan makna suka sekali, sayang benar,
kasih sekali, ingin sekali, berharap sekali, rindu, khawatir, dan risau.
Selama ini kita seringkali menyebut cinta hanya
ditataran akar rumput saja. Maksudnya hanya sebatas kisah kasih dua insan
manusia. Pengaruhnya bisa terlihat dari pola interaksi kedua insan ini. Umumnya
akan sering menyebut-nyebut namanya, memendam rasa rindu di dada, serta
berbunga-bunga jika bersanding di sampingnya. Kemudian tidak jarang akan
menaruh perasaan cemburu di kala yang dicintai mendekati orang lain.
Orang sedang berbunga-bunga dengan cinta umumnya
akan mendekati apa yang disukainya, serta akan menjauhi apa yang tidak ia suka.
Mukadimah dalam buku Quantum Cinta menyebut,
pola-pola interaksi dan pengaruh yang telah disebutkan di atas adalah sekelumit
akibat pengaruh perasaan cinta.
Hal-hal di atas adalah cinta kepada sesama manusia,
lantas bagaimana jika cinta kepada Sang Pencipta? Tentu akan sama, seorang anak manusia yang
mencintai Tuhannya pastinya akan melaksanakan segala perintah-Nya serta
menjauhi apa-apa yang tidak disukai-Nya.
Banyak orang mengaku cinta kepada-Nya dan Rasul-Nya,
namun tindak tanduknya sama sekali tidak mencerminkan perasaan cinta itu.
Bahkan perasaan itu sekadar diucap sampai di bibir saja, namun hati berbeda.
Apakah ini dikatakan cinta?
Ibnu Taimiyah sebagaimana dikutip Majdi Al-Hilali, perasaan
cinta dapat dikenali hanya melalui makrifat kepada-Nya. Dengan kata lain
untuk mengarungi luasnya samudera cinta, seseorang perlu mengenal sumber segala
cinta. Dalam dunia tasawuf term cinta atau dikenal hubb merupakan bagian pembahasan sangat penting. Karena pentingnya
tidak segan-segan dapat ditemui dalam pembahasan station atau maqamat, jiwa atau state
of soul, dan penciptaan kosmos.
Cinta sejatinya sebuah anugerah luar biasa yang
telah diberikan kepada alam semesta dan manusia. Dalam sebuah hadis qudsi
disebutkan “Karena Aku cinta maka Aku ciptakan dunia.” Hakikat semesta dipenuhi
dengan cinta. Namun apakah kita sadar terkadang kita lupa dengan pemaknaan
cinta ini. Mengatakan kata cinta barangkali sangatlah mudah, namun di saat
merealisasikan dalam bentuk tindakan tidaklah semudah membolak-balikkan tangan.
Betapa banyak tindakan sendiri yang tidak
mencerminkan kesejatian cinta. Saling tindas menindas, guling mengguling,
menghegemoni semesta tanpa memberikan ampun sedikit pun jua. Teror meneror
adalah hal biasa. Apakah itu dikatakan cinta?
Cinta adalah saling mengasihi antar sesama. Meski berbeda
pandangan, namun tetap menyayanginya. Karena segalanya diciptakan dengan cinta.
Seandainya semua memahaminya, mungkin pemaknaan cinta tidak akan hanya terbatas
pada pemaknaan sempit. Hanya berbatas pada cinta dua insan manusia. Namun akan
membuka mata, pikiran, dan hati untuk mencintai semesta beserta isinya.
Menggunakan alam ala kadarnya, tidak rakus serta memaksa menjarah tubuh-tubuh
semesta. Tidak aka nada lagi pertentangan kelompok dengan mengatasnamakan ego
pribadi kelompok.
Seorang Kiai di ujung pulau Madura pernah
mengatakan, untuk apa bertikai jika hanya membuatmu kesusahan, sebaiknya kamu
belajar mencintai, karena ketika mencintai maka tidak perlu bersusah untuk
bertikai.
0 Comments