“Jangankan Kau
melakukan sesuatu, kau diam pun akan tetap salah di mata orang yang iri dan
para pembenci. Suka dan tidak suka itu urusan mereka, karena dalam setiap
tindakan pasti ada konsekuensi.”
~Gus Ong
Hidup di dunia memang tidak pernah lepas dari sikap
iri hati, benci, kecewa, dan lain sebagainya. Hal ini tentu sangat wajar ada
dalam diri manusia. Namun nyatanya sikap ini menjadi boomerang dalam kehidupan kita. Rasa-rasa tidak senang menyeruak
tanpa diduga di kala tetangga atau kawan mendapatkan prestasi. Mengiris dada di
saat tetangga membeli mobil baru, dan segudang perasaan tidak senang lainnya.
Sekali lagi ini adalah sesuatu yang wajar.
Wajar jika adanya perasaan ini tidak menjadi larut
dalam diri kita, namun menjadi penyemangat untuk semakin giat bekerja dan
belajar. Menjadi wajar juga jika menjadikan rasa itu sesaat lalu bangga kepada
teman, tetangga, maupun orang lain yang mendapatkan kebahagiaan.
Akan tetapi realitanya sangatlah berbeda ketika
perasaan itu hadir, segala sikap yang dilakukan oleh orang lainnya dianggap
buruk. Apalagi ketika melakukan kesalahan; hujatan, cacian, makian sana sini
datang silih berganti membanjiri akun media sosial. Alhasil menyebabkan
pertentangan, pertikaian, dan ada pihak yang dicemarkan.
Itulah nyatanya, namun ketika kita coba pikir ulang,
apakah dengan bersikap seperti itu pahala kita akan bertambah? Kekayaan
bertambah? Menjadi tambah muda? Menjadi sukses tanpa usaha? Boro-boro itu semua, yang ada hanya
menternak penyakit hati.
Beberapa kali saya mendapat curahan dari teman
mengenai pembahasan ini. Tiba-tiba mengejek,
membully, meremehkan, bahkan menjelek-jelekkan teman sendiri. Motifnya
tentu beragam, dan sangatlah sejalan dengan kutipan lama “Iri tanda tak mampu.”
Asal muasalnya gejolak hati yang menginginkan serupa namun sayangnya tidak
kuasa. Lambat laun mengakar dan diejawantahkan dalam bentuk bermacam-macam.
Mulai dari memilih tidak menyapa, menjelek-jelekkan di belakang, bahkan
mirisnya hingga memfitnah.
Ya, itu sah-sah saja bagi yang sedang lupa dan
menuruti perasaan itu. Akan tetapi secara akal sehat, apakah tindakan kita di
saat ada orang sukses, kaya, mendapatkan keberuntungan, lantas bersikap tidak
menyenangkan dapat memberikan faedah kepada kita? Atau tiba-tiba kita menjadi
sukses seperti orang yang tidak sukai. Mustahil!! Benar-benar mustahil!!
Lantas seharusnya kita bersikap bagaimana ketika
perasaan itu datang; salah satu langkah yang bisa diambil adalah menyibukkan
diri. Di saat kita sedang sibuk, tentu tidak ada waktu lagi untuk memperhatikan
keburukan orang lain. Selanjutnya bisa memulai dengan mendekatkan diri
kepada-Nya. Di saat perasaan itu datang, segeralah ingat tentang ancaman akhirat kelak sangatlah pedih.
0 Comments