Ilustrasi: (Foto:Internet) |
duniahalimah.com--Kehilangan
memang menyakitkan bagi sebagian orang. Namun realitanya setiap kita tidak bisa
terlepas dari perihal ini. Meski kerapkali mengalami dan menyaksikannya, tetap
saja air mata atau hati teremas kala mengalaminya. Apalagi orang terdekat yang
hilang. Tiba-tiba hilang, belum sempat berucap kata maaf, atau sekadar mengucap
kata perpisahan.
Bukan
lagi persoalan barang yang hilang, akan tetapi kehidupan seseorang dan
selamanya. Semua orang sudah tahu jika kehilangan adalah kepastian. Akan tetapi,
kita kerapkali lupa menyadarinya. Bahwa esok, lusa, entah kapan waktunya akan
datang peristiwa kehilangan itu. Pada hari itulah penyesalan datang dan perasaan tidak rela menghantui.
“Setiap
yang bernyawa akan merasakan kematian” sebuah potongan arti dari salah satu ayat
dalam surah Al-Imran ayat185. Berawal
dari tiada, kemudian tiada.
Tidakkah
kita dengar hampir setiap hari corong di masjid atau di media sosial kita, mengabarkan
soal kehilangan. Mulai dari orang yang tidak kita kenal, hingga orang terdekat.
Tiba-tiba seperti hampa, mengingat kenangan bersamanya, berputar mirip seperti film di
bioskop. Meski tidak ada wabah Covid sekalipun, kehilangan akan selalu ada.
Beruntunglah bagi mereka yang bisa menerima kehilangan sebagai sebuah hikmah
dalam hidup mereka.
Tetapi
ingat tidak semua orang mudah menerimanya, butuh waktu yang begitu lama.
Menyesali kehilangan benar-benar mustahil akan mengembalikan keadaan. Jika kita
mengerti soal ini, mari eratkan tangan, lihatlah wajah orang-orang terdekat
kita. Hari ini memang bisa menyaksikannya, bersenda gurau denganya, menyaksikan
senyumnya, marah dengannya, mengecewakannya, atau menyakitinya. Bagaimana esok
jika tidak bisa melihatnya lagi?
Apakah
akan menangis? Apakah akan kecewa karena belum sempat membahagiakannya? Apakah akan
merelakan kepergiannya?
Baca Juga: Kehidupan VS Kematian
Sebetulnya
saya sudah lama ingin menuliskan tentang ini, tetapi belum sempat saja.
Pembahasan ini bermula, saat menyaksikan seorang kepala keluarga kembali
kepangkuan ilahi. Kira-kira dua bulan yang lalu. Waktu itu saya menyaksikan
bagaimana orang terdekatnya menangis. Bahkan menyalahkan keadaan. Dari sanalah
terbesit, mengapa tidak menggunakan waktu sebaik-baiknya saat seorang yang
disayang masih hidup? Bukankah tidak ada yang tahu kapan hidup seseorang
berakhir? Bukankah pula nasi sudah menjadi bubur.
Sebelum
orang yang kita sayangi kembali, mari gunakan waktu kita dengannya sebaik
mungkin dan seindah mungkin. Maafkanlah kesalahannya dan buatlah ia tersenyum.
Jika orang itu sudah kembali, hadiahilah dengan doa yang akan melapangkan
cahaya tempat peristirahatannya. Kehilangan memang sakit, namun tidak ada yang
bisa mengelak darinya. Hanya satu, gunakan masa-masa itu dengan sebaik-baiknya.
Seorang
psikolog pernah mengatakan, jadikan hari ini sebagai terakhir, dengan begitu
kita akan berusaha memberikan kesan terbaik kepada orang terdekat kita. Jika
kehilangan adalah kepastian, mari jangan biarkan setiap kita menyia-nyiakan
orang-orang yang kita sayangi.
Baca Juga: Sejatinya Kematian dalam Kehidupan
0 Comments