duniahalimah.com—Pagi ini, tiba-tiba teringat sebuah pesan seorang penyair kenamaan D. Zawawi Imron, yang tanpa sengaja bertemu. Tepatnya tanggal 10 November 2021 di hotel Front One Kabupaten Pamekasan, saat mengikuti lomba Musabaqah Tilawatil Qur’an Tingkat Jawa Timur.
Pagi itu, mulanya aku mengatur janji temu bersama
teman sekelasku, untuk menemui Prof Kadir. Namun sayangnya, pagi itu Prof ada meeting,
sehingga aku dan temanku menundanya sampai pukul 10.00 pagi.
Di waktu yang sudah kami sepakati, aku segera
berangkat menggunakan jasa Grab. Sesampai di sana, benar saja temanku “Mbk Dini”
sedang bercengkrama dengan Prof di di lobi hotel. Tanpa
membuang-buang waktu, ku langkahkan kaki menuju keduanya. Di sana, kami bertiga
saling berbincang-bincang.
Beberapa menit kemudian, orang-orang itu—Juri MTQ dan pengurus LPTQ—keluar dari ruang rapat. Salah satunya penyair
Pak Zawawi Imron, tiba-tiba saja Ia menyapa Prof Kadir dan ikut bergabung dengan
kami. Seketika itu juga aku meminta foto bersama dengannya.
Aku baru ingat pula, pada tanggal 9 November 2021 malam, aku pergi ke pameran dan salah satunya mengunjungi kedai perpustakaan. Di sana aku menemukan bebeberapa karangan buku D. Zawawi Imron dan berfoto dengannya. Tidak disangka, pagi harinya bertemu langsung dan berfoto dengan penulisnya.
Namun tahukah kalian, bukan soal foto saja. Tapi ada yang lebih mengagumkan dan tidak pernah terpikirkan dalam benakku mengenai pertemuan dengan penyair ini. Tanpa diminta, Pak Zawawi bercerita dan membacakan puisi, yang di dalamnya penuh dengan sarat makna. Bahkan air mataku menetes tanpa sengaja ketika ia membacakan puisi tentang ibu, tentang akhirat, dan Nabi.
Setidaknya ada beberapa nasihat Pak Zawawi
Imron yang bisa kubagikan pada pembaca. Ya, meski ini sudah sangat terlambat
untuk menceritakannya. Namun bagiku tidak masalah, dibandingkan tidak sama
sekali. Bukankah begitu?
Mendoakan Orang Lain
Hal yang kuingat pagi ini adalah tentang mendoakan
orang lain. Pak Zawawi menuturkan jika dirinya seringkali mendoakan orang lain
dan semesta. Termasuk saat bangun pagi, kemudian keluar rumah melihat langit
dan mendoakannya. Pada saat penyair itu menceritakan kebiasaannya, seketika
kepala teringat dengan mata kuliah Quantum Doa yang diajarkan di bangku kuliah.
Dengan salah satu praktiknya adalah mendoakan siapa saja. Setelah mendoakan
orang lain, biasanya hati lebih tenang, tentram, dan membuat segores senyum.
Aku juga pernah mendengar, doa juga akan kembali
kepada yang mendoakan. Ya, semenjak itu aku berusaha mendoakan orang lain. Baik
saat berkendara, atau melihat status teman-teman. “Semoga kemudahan selalu
tercurahkan kepada mereka,” “semoga dilancarkan rezekinya.”
Sembilan Puluh Ribu Bait Karya Perempuan
Sebetulnya aku tidak terlalu ingat tentang
perempuan yang dikisahkan oleh Pak Zawawi Imron. Namun begitu jelas, bagaimana
ia telah menghapal sebagian dari bait yang ditulis oleh perempuan itu. Sosok
penyair perempuan tempo dulu yang lahir di salah satu tanah kalimantan . Dari sini aku mendapatkan
pelajaran, bahwa dari dulu sastra tidak mengotakkan gender. Maksudnya, perempuan
juga ikut andil di dalamnya.
Sholawat
Di bagian Pak Zawawi Imron menyanyikan puisinya tentang senandung sholawat, air mata menetes begitu saja. Dari sini aku mendapatkan pelajaran bahwa sholawat adalah pintu menuju kepada-Nya.
Puisi Ibu
Siapa yang tidak menangis saat mendengar soal
ibu? Aku pikir, apa pun tentang perempuan itu akan membawa siapa pun mengingat
dan bahkan tersedu kala mendengarnya. Itulah yang kurasakan saat mendengarnya
langsung dari Pak Zawawi Imron.
Jangan Merasa Sudah Bisa
Pelajaran lainnya yang kudapat, soal jangan merasa sudah bisa lalu menyombongkan diri. Aku sendiri mengamini apa yang dikatakannya, karena di saat sudah merasa, maka akan berhenti untuk belajar. Juga akan merasa tidak perlu belajar pada orang lain dan akan menganggap diri lebih bisa.
Kupikir "merasa" yang dimaksud dapat menyebabkan penyakit pada hati dan mengganggu proses belajar. Karena pada hakikatnya setiap saat belajar. Belajar tidak terbatas pada bangku kuliah, mendengarkan dosen, atau membaca buku. Namun bisa dengan melihat sekitar dan menjadikannya sebagai sumber pembelajaran.
Tentang Akhirat
Pak Zawawi Imron juga bercerita soal akhirat, tentang
nanti setelah kematian. Ketika di padang mahsyar, saat matahari tinggal
sejengkal. Seketika teringat dengan tuturan guru di sekolah bertahun-tahun
lalu. Lagi-lagi air mata jatuh, setelah mendengarnya.
Sunguh, tulisan ini belumlah cukup untuk
menuliskan semua yang kudapat saat bertemu dengan penyair itu. Aku sangat
sadar, jika aku tidak merekamnya. Seandainya direkam, mungkin bisa lengkap apa yang dituturkannya. Naasnya
lagi, baru kutulis sekarang.
Semoga bermanfaat
--------------
Teman-teman juga bisa melihat postinganku pada tanggal 11 November 2021 tentang ini di instagram pribadiku nurhalimah.98 https://www.instagram.com/p/CWHOzPIvD5w/ atau instagram blog ini @duniahalimah. Boleh juga teman-teman follow ya, pasti aku follow back (Tapi teman-teman dm aku dulu ya, biar aku tahu).
2 Comments