Ilustrasi: (foto:internet) |
Hari ini, betapa banyak drama yang harus kulalui. Sesuatu yang kupikir tak cukup, jadi cukup. Sesuatu yang terasa tak bisa, ternyata bisa. Bismillah.
duniahalimah.com--Hari itu, Selasa 11 Januari 2022. Adalah pertama kalinya pergi ke kantor Gramatika Foundation. Pagi-pagi sekali mataku terbangun, terasa nyenyak meski sedang numpang di kamar orang lain.
Kebetulan malamnya 10 Januari 2022 silaturahmi ke rumah salah satu crew Gramatika Foundation. Mulanya, tidak menyangka akan bermalam, tapi karena begitu larut dan jarak ke klinik begitu jauh. Akhirnya menginap menjadi pilihan.
Pagi itu aku berpikir akan segera kembali ke klinik tempatku tinggal. Rencananya akan menyewa jasa grab. Akan tetapi, keberuntungan datang. ibu temanku itu akan berangkat ke arah yang sama. Jadi sekalian berangkat bersama.
Menjelang siang, sekitar pukul 8, untuk pertama kalinya berangkat ke kantor Gramatika Foundation bersama crew dan Ceo founder. Sepanjang perjalanan dan saat di kantor dihiasi gelak tawa. Hingga tanpa terasa langit mulai gelap dan matahari segera terbenam.
Sebelum matahari benar-benar terbenam, kami masih menyempatkan waktu membuat konten you tube "Aku Menulis, Maka Aku Kaya." Setelah selesai, barulah kami segera bersiap-siap untuk mengisi perut.
Sebelum lebih jauh ceritanya, ada satu hal yang begitu kusayangkan. Pagi itu aku sebetulnya sudah berjanji untuk mendatangi rumah Kaprodi. Akan tetapi, karena masih ada pekerjaan, akhirnya menunda hingga beberapa saat.
Sepulang dari mengisi perut, tepatnya sepanjang perjalanan, rintik-rintik air hujan mulai turun. Jujur saja ada rasa khawatir, bagaimana jika hujan?
Akhirnya, aku segera meluncur dan menumpang motor adik tingkat. Saat perjalanan pun, butiran air itu mulai turun. Namun, belum begitu deras. Saat berhenti di pom bensin, tiba-tiba air hujan bagaikan ditumpahkan dari atas langit. Berkali-kali kilat membara, membawa suasana "melas." Rasanya kulit terasa dingin dan kami memutuskan untuk berteduh di pom bensin itu.
Detik-detik menunggu hujan reda, aku mengirim pesan pada Kaprodi. Bahwa ada kemungkinan tidak bisa datang, karena kejebak hujan. Di titik itu rasanya sudah pasrah. Bahkan sempat menghubungi salah satu temanku, jika aku berniat untuk bermalam di pondoknya.
Akan tetapi, siapa sangka hujan mereda dan kami segera melanjutkan perjalanan. Ternyata waktu masih cukup, sehingga aku benar-benar singgah di rumah Kaprodi.
Sesampai di sana, disambut ramah oleh tuan rumah. Kaprodi sempat bertutur tentang alasannya mengapa tidak membalas pesanku. "Karena jika dibalas, kemungkinan aku tidak akan datang," tuturnya.
Tanpa lama, Kaprodi meminta proposalku dan menandatanginya. Kupikir akan sangat sulit, nyatanya sangat mudah. Ya, mengingat ini dua kalinya menghadap karena proposal. Setelah itu, aku segera pulang dan tidak jadi menginap di pondok teman. Sebab waktunya masih cukup.
Baca Juga: Jangan Pernah Lelah Berproses
Aku pulang menggunakan jasa grab. Saat di atas kendaraan, aku meminta bapak grab untuk berhenti di atm BRI, karena uangku satu-satunya tinggal Rp.10.000 saja. Sayangnya, bapaknya tidak mau. Kemudian aku memintanya lagi, tapi bapaknya menolak. Karena menurutnya arah pulangku sama dengan tempat tinggalnya.
Akhirnya aku mengalah dan membayar grab hanya 10.000. Padahal tagihan yang harus kubayar 19.000.
Sesampai di klinik, ternyata gerbang terkunci. Namun keajaiban selalu mengiringi. Adik dosenku datang dan dia membuka gerbang.
Beginilah ceritaku di hari itu. Meski keadaannya jauh lebih menantang dan seru. Sesampai di klinik, muncullah kutipan di awal tulisan ini yang sempat diunggah di story instagram.
Sekali lagi, ini sebuah kebetulan dan kemudahan yang tidak bisa kuhitung dengan angka. Sebagaimana Alqur'an Surah Al-Nashr ayat 5 hingga 6.
فَاِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًا ۙاِنَّ مَعَ الْعُسْرِ يُسْرًاۗ
Maka, sesungguhnya beserta kesulitan ada kemudahan. Sesungguhnya beserta kesulitan ada kemudahan.
Baca Juga: Sosok Ibu dalam Buku It's Okay You're Just Different
0 Comments