Ilusrasi: (foto:internet) |
duniahalimah.com—Teman-teman yang setia membaca tulisanku, pasti pernah
menemui beberapa kutipan dari dosenku, seorang psikolog.
Bidang psikologi yang digelutinya tentang keluarga dan pernikahan. Ya, hari
ini aku mendampinginya untuk mengajar di kelas.
Sekitar pukul 07.00 pagi kami berangkat
dan sepanjang perjalanan banyak hal yang kami diskusikan. Salah satunya soal pernikahan.
Mulanya aku bercerita tentang teman-temanku yang gagal dalam pernikahan.
Berawal dari sanalah, pelajaran soal komunikasi asertif dibahas.
Memperbincangkan komunikasi asertif, pastinya tidak semua orang
memahaminya. Bahkan tidak diajarkan dalam perkuliahan lainnya.
Komunikasi asertif dimaknai sebagai kemampuan seseorang dalam menyampaikan
apa yang diinginkan, dirasakan, dan dipikirkan kepada orang lain. Namun, orang
ini masih menjaga dan menghargai perasaan pihak lain, tanpa bermaksud
memojokkannya.
Baca Juga: Catatan Keluarga Wajib Kamu Tahu
Misalnya kasusnya tentang pernikahan.
Sebuah pernikahan terdiri dari dua orang yang dibesarkan dari
lingkungan berbeda. Tentu outputnya
pasti berbeda. Baik dalam perilaku, sikap, pandangan, maupun kebiasaannya.
Karena berbeda, tidak jarang saling menyalahkan dan saling berusaha
memenangkan diri. Bahkan mendahulukan asumsi pribadi, dibandingkan mencoba
mengomunikasikan dan intropeksi.
Tidak jarang pula mengedepankan marah, sebelum klarifikasi.
Nah, dalam komunikasi asertif bisa
dijadikan metode untuk memecahkan persoalan dua orang dalam pernikahan.
Komunikasi asertif mengedepankan “aku” terlebih dahulu, dibandingkan “lawan
bicara.”
Contohnya;
“Aku sebetulnya kurang suka ketika kamu sering keluar malam”
Sedangkan komunikasi non asertif biasanya berupa, “Kenapa keluar
malam-malam. Kamu ini tidak becus..” (ini contoh saja ya)
Kira-kira lebih enak kalimat yang mana, apakah pertama atau kedua?
Tentu yang pertama. Sebab, bisa menjadikan lawan bicara mengerti dan tidak
tersinggung dengan perkataan kita.
Intinya kedua kalimat di atas sama-sama “melarang keluar malam.” Namun,
pesan yang ditangkap oleh si lawan bicara akan terasa berbeda.
Karena pesan pertama menggunakan komunikasi asertif, sedangkan yang kedua
tidak.
Dengan demikian gaya komunikasi begitu penting untuk membangun keharmonisan
dalam pernikahan.
Akan tetapi, perlu dicatat, soal komunikasi tidak pernah terlepas dari
kehidupan manusia. Artinya, komunikasi asertif bisa diterapkan pada siapa dan
di mana saja.
Wallahua’lam
Baca Juga: Pentingnya Belajar Peran Orang Tua dan Anak
Butuh konsultasi, terapi, dan konseling soal pernikahan, pendidikan, pekerjaan, dan lain sebagainya. Sekarang juga membuka layanan online dan offline.
Silakan langsung hubungi 082232002881 atau langsung dm instagram @insight_consultant
Semoga membantu.
0 Comments