Ilustrasi: (sumber:internet) |
duniahalimah.com—Pagi ini (19/09/2022) saya merasa
terinspirasi dengan kisah penulis Tatty S.B Moeldradjat dalam bukunya berjudul
“Reach for Happiness.”
Diceritakan dalam halaman 54-55, suatu ketika Tatty memiliki janji temu
dengan seorang kolega di suatu tempat. Ketika keluar ke tempat yang dituju, ia
lupa membawa gawainya. Padahal kolega yang akan ditemuinya telah mengirim pesan
ke gawai Tatty, jika terlambat datang karena ada sesuatu yang mendesak terjadi.
Naasnya, Tatty tidak mengetahui hal itu dan membuatnya menunggu sampai sejam. Meski menunggu itu melelahkan, Tatty memanfaatkan waktu selama menunggu untuk mengoreksi naskah bukunya.
Memang menunggu itu
mengesalkan, akan tetapi ia mendapatkan temuan baru bahwa masih ada beberapa tulisan yang perlu
disempurnakan. Berkat itu membuat hatinya bahagia.
Dengan demikian kata buku ini, “Setiap waktu yang
dimanfaatkan dengan baik dalam situasi apa pun harus tetap disikapi dengan
positif, karena ternyata hasilnya akan positif. Tidak ada yang sia-sia ketika
semua dimanfaatkan dengan positif.”
Baca Juga: Energi Positif untuk Menyembuhkan Diri Sendiri
Sayang sekali, ternyata harap tak sesuai dengan kenyataan. Ia nyasar sehingga banyak memakan waktu. Sepanjang menunggunya, hati cukup gusar karena hampir satu jam belum datang.
Meski menunggu agak lama, saya
tetap memanfaatkannya untuk mencari buku dan jurnal melalui leptop. Tidak hanya
itu, saya juga menghubungi kawan dan keluarga dengan Instagram Web. Bahwa saya
belum bisa dihubungi melalui seluler, karena gawai rusak.
Akhir cerita, seseorang yang akan membantu saya itu
meminta maaf karena ia harus kembali ke
rumah menyelesaikan pekerjaannya. Seketika mode auto pilot ingin segera menemui
orang itu dan tanpa pikir panjang, saya segera mencopot charger leptop dan
memasukkannya ke tas. Setelah itu, lari ke posisi dia.
Baca Juga: Sebuah Refleksi Antara Aku dan Leptopku
Saya pikir cukup dekat, ternyata jarak lokasi tersambung wifi ke posisi dia cukup jauh. Pundak terasa pegal-pegal karena berisi leptop, ditambah dengan lari, dan napas makin terengah-engah. Sesampai di lokasi gambar yang dia kirimkan melalui Instagram, ternyata di sana tidak ada orang yang saya kenal.
Perasaan saya bercampur-aduk.
Antara kecewa dan kasihan karena orang itu kembali dengan tangan kosong. Saya
mondar-mandir di lokasi itu, berharap ada keajaiban. Ternyata tetap tidak ada.
Akhirnya, kaki melangkah menuju Indomaret dan membeli satu kotak susu.
Setelah itu, saya kembali mengedarkan pandangan ke lokasi
tadi. Namun, tidak ada wajah yang saya kenal itu. Kaki gontai kembali pulang
dan seperti biasa muka masam muncul ke permukaan. Sepanjang kembali, pikir
berkelana dan menegur. “Ini di luar kendali dan tidak perlu menyalahkan diri
sendiri.”
Setelah membaca sekilas kisah di buku Reach for Happiness,
saya pikir kejadian semalam bukanlah sesuatu yang sia-sia. Saya bisa
berolahraga, mendapatkan sumber bacaan, menyeruput susu cokelat, bisa menikmati
hiruk pikuk malam, pelajaran, dan cerita yang bisa dikenang di masa depan.
Barangkali sangat relevan dengan penuturan Ibu Lea, dosen
saya yang kerapkali saya kutip perkataannya. “Semakin banyak alternatif
jawaban, semakin bagus” sehingga membuat kepala dingin dan no overthinking.
Maksudnya adalah ketika mendapati sesuatu yang menyebalkan, mengecewakan, dan hal-hal yang membuat marah, cobalah untuk mencari sisi positif atau hikmah di dalamnya. Niscaya membuat kita makin positif dan bahagia.
Termasuk beberapa hari ini, karena gawai rusak, saya
merasa lebih produktif. Saya bisa lebih giat menulis, membaca, dan beribadah
lebih semangat, tanpa terdistraksi oleh dentingan gawai.
Saya cukup setuju dengan ide pokok yang diusung dalam
buku Reach for Happiness. Setiap kita bisa mendapatkan kebahagiaan dari hal-hal
sederhana. Kalau mengutip Frankl, bahkan di balik sesuatu yang menyakitkan pun
bisa menemukan makna.
Semoga hari kita lebih baik dari sebelumnya, amin.
Wallahu’alam
Baca Juga: Cara Mendapatkan Kebahagiaan yang Sering Dilupakan
0 Comments