Mendapati buku Jangan Membuat Masalah Kecil Menjadi
Besar, seketika saya teringat dengan ucapan saya saat SMP. Waktu itu
mengatakan “Masalah tidak akan besar, jika tidak dibesar-besarkan.” Makin
mengamini setelah saya menghabiskan bacaan sejumlah 258 ini.
Selama ini, ya tentu saya dan anda sebagai pembaca, kerapkali
mempermasalahkan apa-apa yang seharusnya tidak perlu dibesar-besarkan. Naasnya, karena terlalu mempermasalahkan,
malah diri sendiri yang akhirnya frustasi, cemas, sulit tidur, hingga tidak
nyaman menjalan hidup sehari-hari.
Pada bab pertama, Richard Carlson mencontohkan perihal
menyalip kendaraan. Kebanyakan dari kita alih-alih membiarkan persoalan itu
selesai, malah memperbesarkannya dengan marah. Bahkan menghabiskan waktu untuk
mengejar orang yang menyalip itu. Tidak cukup sampai disitu saja, kejengkelan
seakan menjalar ke sekujur tubuh dan membahasnya kepada orang lain. Tentunya
dengan ekspresi yang masih sarat dengan kedongkolan.
Mengapa tidak mencoba simpati dan mempertanyakan,
bagaimana jika orang itu mengalami kecelakaan? Sepertinya orang itu terlalu
terburu-buru hingga melaju dengan kecepatan maksimal (misalnya). Dengan
mempertanyakan seperti ini, apalagi mendoakan “Semoga orang itu diberikan
keselamatan”.
Mestinya hati kita akan menerima, damai, dan tenang.
Namun, kebanyakan kita ini lebih fokus melihatnya sebagai sebuah masalah besar
dan tidak sadar mengeluarkan energi pada pada hal-hal yang kecil. Sehingga
memusingkan diri sendiri.
Begitu pun dengan bab-bab selanjutnya, Richard begitu
apik mengemas penjelasannya dengan kesan tidak menggurui. Sebagai pembaca pun
saya menduga bahwa apa yang ditulisnya ini merupakan pengalamannya untuk
berdamai dengan keadaan. Dengan topik utamanya tidak membuat masalah kecil
menjadi besar.
100 bab yang disuguhkan buku Jangan Membuat Masalah
Kecil Menjadi Besar memberikan tips dan trik bagaimana setiap orang bisa
menikmati hidup. Tidak terburu-buru, menerima hidup sebagaimana adanya, tidak fokus
pada keinginan dan ambisi, dan konsen menebar kasih.
Richard terlihat membawa perspektif bahwa setiap manusia
tidak dapat merubah keadaan, yang kita bisa lakukan ialah melihatnya dari sudut
pandang yang lain. Sehingga emosi menjadi berubah ketika memandang dari sisi
lain.
Richard sendiri memiliki kebiasaan bangun lebih pagi,
sebelum kedua anak dan isterinya bangun. Selanjutnya ia akan membuat kopi, bermeditasi,
dan menikmati matahari terbit (57). Saya sendiri mencoba mengartikannya, betapa
kita butuh waktu sendiri tanpa memikirkan perintah dari atasan, tugas mendekati
deadline, dan seterusnya.
Semua perasaan negatif yang dirasakan hari ini adalah
perasaan sementara yang akan menghilang begitu saja. Sembari tanyakan, “Apakah
tahun depan masalah ini akan menjadi masalah penting?” (34). Pada halaman 189
dengan subjudul “Ingat, Seratus Tahun Lagi, Kita Semua Tidak Ada,” ia
menceritakan tentang pekerjaannya yang membuatnya cukup stres.
Seketika ia mengingat bahwa seratus tahun lagi semua
sudah tidak ada. Artinya ketegangan dan tekanan yang kita alami sepanjang hari
akan hilang begitu saja. Tinggal bagaimana cara meresponnya, sehingga membantu
perasaan menjadi tenang.
Saya pikir begitu menarik untuk anda jadikan bacaan dalam
melatih menjadi pribadi yang lebih baik lagi. Harapannya dengan membaca buku ini,
anda menjadi lebih terbuka dan menerima hal-hal di sekitar. Lantas tidak lagi
bersifat defensif dengan apa-apa yang tidak sejalan dengan harapan Anda.
Penutup dari buku ini, bahwa setiap kita ini berharga dan
bersikaplah seolah-olah hari ini adalah hari terakhir. Dengan begitu setiap
dari kita akan bersungguh-sungguh menyiapkannya.
Baca Juga: Energi Positif untuk Menyembuhkan Diri Sendiri
Beli bukunya klik ini
0 Comments