duniahalimah.com–Cibaliung 6 Februari 2024, sesudah sholat Maghrib kami kembali ke warung nasi goreng ayah Kak Yani. Di sana seorang laki-laki paruh baya itu masih sibuk dengan menggoreng nasi di kualinya. Kami diminta duduk dan berkenalan dengan orang-orang yang ada di sana. Ada Alda, Rifki, Abangnya Kak Yani, dan gadis kecil namanya Zeela.
Dua piring nasi goreng disuguhkan di depanku dan Agnia. Rasanya cukup canggung untuk pertemuan pertama ini. Namun, sekuat tenaga menghalau perasaan itu.
Setelah selesai, aku dan Agnia diajak menuju ke rumah kak Yani. Barang-barang bawaan kami telah berpindah ke bagasi mobil. Kendaraan roda empat itu meluncur menembus jalanan Cibaliung. Sepanjang jalan aku menjadi narator di dalam mobil itu, mengisahkan tentang cerita di perjalanan.
Mobil yang kami tumpangi berbelok ke kiri, lalu berhenti di sebuah rumah. Ya, kami sudah sampai di rumah kak Yani. Di sana mama kak Yani menyambut kedatangan kami dengan sangat ramah. Layaknya kerabat jauh baru saja tiba, benar-benar dijamu.
Kami duduk melingkar, lantas mengenalkan diri. Banyak hal yang dibincangkan. Nyaris aku lupa untuk membersihkan diri. Sayangnya itu tak terjadi, karena orang-orang sekitarku benar-benar memintaku mandi dan segera berangkat tidur.
Pertemuan pertama di malam itu memberikan kesan mendalam bagiku. Lelah perjalanan panjang sepertinya telah lenyap dari tubuhku. Sebelum lelap, masih sempat-sempatnya Kak Yani menawarkan kami untuk memasak mie dan terjadilah makan mie bersama.
Di balik keseruan malam itu, sejatinya ada seseorang yang tengah mengarungi perjalanan. Dialah presiden Duta Inisiatif Indonesia yang kerapkali kupanggil "Dek Devan." Menurut jadwal seharusnya malam ini ia telah sampai di Cibaliung. Hanya saja kendala di luar jangkauan manusia membuat ia istirahat di terminal sebelum menuju Cibaliung.
Kak Yani tampaknya agak gelisah malam itu, ia ceritakan kondisinya kepada kami pada keesokan harinya. Sedangkan aku dan Agnia tidur untuk menunggu pagi datang.
Mulanya angin pegunungan belum menyusuri tubuh ini. Menjelang pagi, aku terasa gemetaran. Sekitar pukul 4 dini hari aku terjaga karena bermimpi. Entah bagaimana mimpi itu, tapi kata Agnia aku terlihat kedinginan dan ia berusaha menyelimutiku. Sayangnya aku telah terbangun dari tidur.
Aku pikir jam 4 sudah subuh, ternyata di Cibaliung masih belum. Alhasil aku dan Agnia melawan dingin untuk sholat seperempat malam. Dilanjutkan mengaji, hingga subuh pun tiba.
Adegan lucu saat sholat tentang salah arah. Padahal sudah mencoba menggunakan aplikasi di HP. Ketika bertanya ke kak Yani di pagi hari, ternyata aku dan Agni sholat menghadap ke utara.
***
Pagi itu kami memutuskan jalan ke sekitaran rumah kak Yani. Memang benar adanya, ini gunung karena bila dilihat dari permukaan tanahnya yang tidak rata serta peletakan rumah masyarakat yang bertingkat.
Udara di desa jauh lebih nyaman meski dingin. Setelah selesai, kami kembali ke rumah kak Yani. Rencananya akan mengerjakan beberapa keperluan untuk YFLA (Youth Future Leaders Assembly). Tiba-tiba Presiden Duta Inisiatif mengabarkan bahwa ia sudah di pasar menunggu dijemput. Kita semua ikut menjemputnya sembari menikmati pemandangan Cibaliung di pagi hari.
Laki-laki berperawakan muda terlihat di jauh sana. Ya, dialah patner kerjaku mengurus Duta. Akhirnya kita semua berjumpa di Cibaliung setelah saling mengenal setahun yang lalu.
Sepulang dari menjemput Presiden, kami melanjutkan pembuatan surat dan undangan untuk kegiatan YFLA. Sebelum surat itu selesai dibuat, kami diminta untuk sarapan.
Pagi ini kami makan bersama dengan model saat berada di pesantren atau organisasi. Beralaskan daun pisang, nasi beserta lauk pauknya ditebar. Sebuah momen yang mustahil bisa dilupakan begitu saja. Tercermin rasa kekeluargaan di sana.
***
Tunggu Cerita selanjutnya ya😇💜
0 Comments