duniahalimah.com--Enam hari merayakan idul fitri di rumah memberikan pelajaran begitu berarti. Tahun sebelumnya sekali kali belum pernah terpikir perihal ini. Namun, lebaran sekarang menjadi lebih menghargai.
Kue-kue khas lebaran berjejer rapi. Berbagai minuman pun disuguhi. Tidak pernah lupa masakan khas lebaran menjadi opsi. Mulai dari opor, kari, rendang, soto, lontong, hingga ketupat sangat mudah dijumpai.Akan tetapi, ini tidak sekadar tentang minuman dan makanan.
Hari pertama sampai hari kelima ada banyak saudara datang bersilaturahmi. Sampai-sampai tidak ada waktu berkunjung ke rumah saudara lainnya.
Dulu mendapati situasi semacam itu merasa cukup bosan karena menjadi sibuk. Berbanding terbalik dengan sekarang, antusias.
"Bila beruntung, tahun depan berjumpa lagi. Lalu, bagaimana jika sekarang hari raya terakhir?"
Memikirkan topik ini saja air mata jadi ingin tumpah-tumpah. Ya, meski tidak dapat dipungkiri kalau semua orang akan meninggalkan bumi.
Sungguh perenungan ini membuatku menyadari tentang arti menikmati momen silaturahmi di hari yang fitri.
Ada banyak situasi dan pelajaran yang kubaca sepanjang idul fitri. Mulai dari kabar gembira, mimpi dan harapan, luka dan kecewa, hingga sakit berbulan-bulan.
Lebaran bukan untuk berlomba-lomba memamerkan keberhasilan. Bukan juga ajang perbandingan, apalagi menanyakan privasi yang membuat perasaan hancur berantakan. Melainkan ajang menebarkan cinta dan kasih, mengulang kembali kebersamaan, dan berharap tahun depan berjumpa dengan idul fitri.
Sebagai anak perantauan yang pulangnya kadang-kadang. Bahkan terakhir kali pulang saat pemilihan presiden. Momen lebaran selalu ditunggu, karena hanya di waktu ini bisa mengunjungi keluarga besar.
Waktu terus bergulir dengan sangat lembut. Saking lembutnya tidak terasa telah pergi. Begitu pun dengan kebersamaan bersama keluarga tidak akan pernah bisa diulang kembali. Itulah mengapa mari betul-betul menikmati setiap inci.
Minal 'aidin wal faidzin mohon maaf lahir dan batin.
Selamat berkumpul bersama keluarga
0 Comments